2.2.a.9. Koneksi Antar Materi – Modul 2.2. PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

Hubungan pembelajaran sosial emosional dengan pembelajaran berdiferensiasi dalam memenuhi pembelajaran yang berpihak pada murid.

= Amiruddin, S.Pd. | CGP Angkatan 4 Kota Tebing Tinggi =

 

Pendidikan dimaksudkan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Ki Hadjar Dewantara, Dasar-dasar Pendidikan, 1936).

Dasar Pendidikan adalah Pendidikan Budi Pekerti. Pembelajaran budi pekerti (karakter) adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik agar bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemuan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan. (Ki Hadjar Dewantara, dalam bukunya “Bagian Pertama: Pendidikan”, 2011).  

Kekuatan kodrat anak-anak akan tumbuh dan berkembang menjadi budi pekerti (karakter) jika guru dapat menuntun anak dengan baik dan guru menjadi tauladan bagi mereka sehingga menjadi kebiasaan dan budaya positif dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin.

Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh keberagaman karakteristik murid. Guru secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha guru lakukan yang tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas sukses dalam proses pembelajarannya.

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). Pembelajaran yang dilakukan guru ini tentunya berorientasi kepada kebutuhan murid.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Keputusan yang diambil dalam merespon dan memenuhi kubutuhan murid tersebut terkait dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai didefenisikan secara jelas, menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi/merespon kebutuhan murid baik dari segi konten, proses, maupun produknya, kemudian bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan/mengundang murid untuk belajar dan bekerja keras, manajemen kelas yang efektif, dan penilaian berkelanjutan.

Oleh karena itu guru harus mampu merespon kebutuhan murid yang beragam ini baik dari tingkat Kesiapan belajar (readiness) murid, minat belajarnya maupun profil belajarnya dengan cara menguasai keterampilan sosial emosional. Guru dapat menumbuhkan kesadaran penuh yang dilandasi perhatian yang berkualitas, keterbukaan, rasa ingin tahu, apresiasi, refleksi, kepedulian agar dapat mengelola kompetensi sosial dan emosional diri dan dapat menerapkan pembelajaran kompetensi sosial dan emosional bagi murid di kelas, sekolah, dan komunitasnya untuk terwujudnya kesejahteraan psikologi (well-being).

Sebagai pendidik, tentunya guru mengajar di kelas, mengoreksi pekerjaan murid dan memberikan umpan balik, menghadiri rapat dengan orang tua murid untuk mendiskusikan masalah kedisiplinan dan disusul dengan menulis laporan kepada kepala sekolah, dan berbagai tugas tambahan sebagai wali kelas atau panitia kegiatan sekolah sudah antri untuk dikerjakan. Keadaan ini dapat membuat guru akan merasa sulit bekerja dengan optimal. Guru mungkin sulit berkonsentrasi saat bersama murid di kelas, merasa kurang sabar saat berkomunikasi dengan orang tua murid, atau akhirnya mengerjakan tugas perencanaan mengajar hingga sudah larut malam. Belum lagi, dengan berbagai tugas di atas, seorang guru juga dibutuhkan untuk mendampingi dan membimbing tumbuh-kembang murid.

Selain guru, murid-murid pun mengalami situasi yang sama. Mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Selain tugas-tugas akademik, mereka juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisik,  hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, menyiapkan rencana studi dan karier, dan lain-lain.

Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya.  Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik,  sosial dan emosional.

Pembelajaran Sosial Emosional dapat membantu guru mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkannya pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif. Pentingnya pembelajaran sosial emosional diterapkan untuk mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid. Pembelajaran ini menyajikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan murid untuk dapat bertahan dalam masalah dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya, juga mengajarkan murid menjadi orang yang berkarakter baik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah piker dan olah raga dengan pelibatan, sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan murid dan guru di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

Saat kompetensi sosial dan emosional murid berkembang, maka aspek akademik mereka pun berkembang. Mengabaikan perkembangan sosial dan emosional, akan berdampak buruk bagi akademik. Oleh karenanya pembelajaran sosial dan emosional harus diimplementasikan dengan sengaja.

Pembelajaran sosial emosional yang dilakukan dapat meningkatkan 5 (lima) kompetensi sosial emosional sehingga dapat meningkatkan perilaku positif; lingkungan belajar yang suportif dapat mengurangi perilaku negatif; dan peningkatan sikap pada diri sendiri, respek dan toleran terhadap orang lain dan lingkungan sekolah akan mengurangi tingkat stress serta meningkatkan performa akadeik murid.

Pembelajaran sosial dan emosional yang mengacu pada kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning) bertujuan untuk mengembangkan 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE), yaitu:

  1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
  2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
  3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
  5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Agar pembelajaran sosial emosional ini menjadi budaya positif di sekolah, maka dapat diimplementasi dengan 4 cara:

  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit
  2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.

Pendekatan SEL yang efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE (https://casel.org/what-is-sel/approaches/):

  • Sequential/berurutan: Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan
  • Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru
  •  Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun  personal
  • Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.

Tindak lanjut paling nyata dari pembelajaran sosial emosional adalah membantu anak mengelola apa yang ada dalam diri mereka dan meningkatkan pembelajaran dengan melatih PERHATIAN”. Untuk itu kompetensi sosial emosional dapat dikembangkan degan teknik kesadaran diri penuh (mainfulness).

Kesadaran penuh (mindfulness) adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu dan welas asih (Kabat Zinn dalam Hawkins. 2017). Secara saintifik, latihan berkesadaran penuh (mindfulness) yang konsisten dapat memperkuat hubungan sel-sel saraf (neuron) otak yang berhubungan dengan fokus, konsentrasi, dan kesadaran (Hawn Foundation, 2011).

Mindfulness dapat dilatih dan ditumbuhkan melalui berbagi kegiatan sehari-hari maupun dalam pembelajaran yang dilakukan secara mindful (ada koneksi antara dengan tubuh/indera, perasaan, pikiran dan lingkungan). Maindfulness yang diterapkan akan mewujudkan kesejahteraan (well-being), yaitu sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

 

Berdasarkan uraian di atas, bahwa pembelajaran sosial emosional dan pembelajaran berdiferensiasi memiliki hubungan yang signifikan dalam memenuhi pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial emosional, guru menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. Saat kompetensi sosial dan emosional murid berkembang, maka aspek akademik mereka pun berkembang. Hal ini selaras dengan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru berorientasi kepada kebutuhan murid. Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya. Dukungan di sini bisa berupa kesiapan sosial emosional mereka untuk mengikuti pembelajaran, serta bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar mereka.

Jika kebutuhan belajar murid terpenuhi, dan kesiapan sosial emosionalnya tidak diabaikan, maka well-being (kesejahteraan psikologi) akan tercipta di dalam kelas, antar guru, murid, dan lingkungan sekolah sekolah pada umumnya. 

McGrath & Nobel, 2011 menjelaskan bahwa Well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk:

  • kesehatan fisik dan mental yang lebih baik
  • memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress
  • terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab
  • mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi

Diagram Koneksi Antar Pembelajaran Sosial Emosional dengan Pembelajaran Berdiferensiasi


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.