2.3.a.9. Koneksi Antarmateri – Coaching
2.3.a.9. Koneksi Antarmateri – Coaching
Oleh: Amiruddin | CGP Angkatan 4 - SMK Negeri 2 Tebing
Tinggi
Semboyan ke tiga dalam filosofi Ki Hadjar Dewantara yakni tut wuri handayani menjelaskan bahwa seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang, dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya muridnya. Sistem Among ini menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Tut Wuri (mengikuti, mendampingi) mempunyai makna mengikuti/mendampingi perkembangan murid dengan penuh (holistik) berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Handayani (mempengaruhi) mempunyai makna merangsang, memupuk, membimbing dan memberi teladan agar murid mengembangkan pribadinya melalui disiplin pribadi. Among merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh, mengikuti, mendampingi. Guru (Pamong/Pedagog) adalah seorang memiliki cinta kasih dalam membimbing murid sesuai dengan kekuatan kodratnya. Guru sejatinya bebas dari segala ikatan/belenggu untuk menguasai dan memaksa murid. Sistem Among dapat disebut juga sebagai upaya memanusiakan sang anak sebagai seorang manusia (humanisasi).
Jika ditinjau kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid. Proses menciptakan ARTI dapat dilatih melalui pendekatan coaching sistem among dengan menggunakan metode TIRTA (Tujuan-Identifikasi-Rencana Aksi-TAnggung jawab).
Dalam
melakukan coaching, guru sebagai coach harus memegang prinsip
ARTI dengan menggunakan metode TIRTA untuk menggali dan melejitkan potensi murid.
Dalam proses coaching ini haruslah berorientasi pada kebutuhan murid
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Proses coaching ini
berkaitan dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi yaitu proses yang berakar
pada kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar murid
tersebut. Oleh karena itu, guru sebagai coach
perlu melakukan identifikasi kebutuhan murid (coachee) dengan lebih
komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar
murid-muridnya. Dalam model TIRTA dan prinsip ARTI tersebut menjelaskan
bagaimana seorang guru atau coach dapat menuntun murid (coachee)
dalam mengindentifikasi permasalahannya. Prinsip pendampingan inkuiri ini dari
seorang coach akan menuntun agar coachee dapat menggali,
memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas
situasi yang sedang dihadapi.
Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yang muncul dalam dialog saat coaching berlangsung. Pertanyaan efektif akan mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani. Dalam melakukan dialog atau komunikasi tersebut, coach juga harus memiliki keterampilan soasial emosional untuk mendorong perkembangan coachee secara positif dalam menetapkan dan mencapai tujuan positif pula.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses coaching sangat berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional yang harus dimiliki guru atau coach. Coaching yang dihayati dan dimaknai guru harus menciptakan ARTI (Apresiasi - Rencana - Tulus – Inkuiri):
- Apresiasi; Dalam proses coaching, seorang coach memposisikan coachee sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan positif dari apa yang disampaikan. Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan.
- Rencana; Setiap proses pendidikan yang kita rancang pastilah bertujuan untuk mencapai sesuatu, begitu pula dengan Coaching. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA).
- Tulus; “Being present in the coaching session”. Pada saat sesi coaching, seorang coach hendaknya Tulus memberikan waktu dan diri seutuhnya dalam melakukan proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee dalam pengembangan potensi mereka.
- Inkuiri; Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.
Prinsip ARTI yang diterapkan dalam proses coaching tentunya berdasarkan kebutuhan murid. Sebagaimana dalam konsep pembelajaran berdiferensiasi bahwa proses yang dilakukan berorientasi pada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam proses coaching tersebut berkaitan dengan:
- Tujuan didefinisikan secara jelas. Dalam proses coacing, coach dan coache perlu miliki tujuan yang jelas, apa yang ini dicapai dalam pendampingan yang dilakukan.
- Bagaimana coach menanggapi atau merespon kebutuhan coachee dalam menggali potensi yang dimilikinya. Bagaimana coach menggunakan komunikasi yang memberdayakan (menggunakan komunikasi asertif, menjadi pendengar aktif, menanggapi dengan pertanyaan efektif, dan merespon atau memberi umpan balik positif).
- Bagaimana coach dapat menciptakan atau “mengundang’ coachee untuk belajar atau membuat rencana dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan bahwa akan selalu ada dukungan untuk coachee di sepanjang prosesnya.
- Manajemen yang efektif. Bagaimana coach mengarahkan coachee menjalankan rencana dengan menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda sesuai potensinya, rencana tetap dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana coach menggunakan informasi yang didapatkan dari proses coaching sebelumnya dapat mengarahkan coachee berkomitmen atas hasil diskusi yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Untuk melejitkan potensi murid,
seorang guru sebagai coach juga perlu memahami konsep pembelajaran sosial
dan emosional dengan memiliki 5 (lima) kompetens sosial emosional tersebut. Kerangka pembelajaran sosial dan emosional ini
bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dalam komunitas
sekolah.
Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif.
Dalam proses coaching untuk melejitkan kompetensi coachee, seorang coach terlebih dahulu hendaknya memiliki 5 (lima) kompetensi sosial emosional, yaitu:
- memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri). Coach dapat mengarahkan coachee untuk menggali dan menyadarkan coachee akan potensi yang dimilikinya.
- menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri). Coach memastikan cochee memahami tujuan yang ingin dicapainya dalam proses diskusi yang akan dilakukan dengan pertanyaan efektif yang diberikan.
- merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial). Komunikasi dua arah yang di lakukan coach dengan coachee harus terbangun secara efektif dan memberdayakan. Keterampilan komunikasi asertif dengan menyelaraskan emosi dan menjadi pendengar aktif sangat penting dimiliki coach.
- membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi). Keterampilan membangun relasi merupakan komunikasi yang memberdayakan sebagaimana konsep coaching dalam rangka melejitkan potensi murid. Seorang coach harus memiliki keterampilan membangun relasi dengan memiliki keterampilan komunikasi asertif, menjadi pendengar aktif, memberikan pertanyaan efektif, dan memberikan umpan balik positif.
- membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab). Sebagaimana dalam proses coaching dengan model TIRTA bahwa keterampilan seorang coach dapat menuntun coachee dengan memberikan pertanyaan efektif dalam mengambil keputusannya secara bertanggung jawab sebagai bentuk komitmen yang akan dijalankannya.
Berdasarkan uraiannya di atas,
seorang guru perlu merefleksikan diri apakah telah melakukan proses pendampingan
kepada murid-muridnya dengan pendekatan komunikasi yang meberdayakan, dan apakah keterampilan coaching yang dilakukan dapat membantu guru dalam menjalankan pendidikan yang berpihak
pada murid.
Oleh karena itu kita sebagai guru perlu mengejawantahkan
filosofi Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan adalah proses menuntun segala
kekuatan kodrat yang dimiliki anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Selaku guru, kita dapat menerapkan priktik coaching dalam
melejitkan potensi atau kekuatan kodrat yang dimiliki anak (coachee).
Untuk meningkatkan kemampuan bagaimana melejitkan potensi murid, maka guru dapat menggunakan komunikasi yang memberdayakan, karena komunikasi yang memberdayakan ini merupakan keterampilan dasar dari coaching. Untuk membangun komunikasi yang memberdayakan, guru perlu memahami 4 (empat) unsur komunikasi yaitu:
- hubungan yang saling mempercayai
- menggunakan data yang benar
- bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi
- rencana tindak lanjut dan akasi.
Coaching adalah salah satu kompetensi pemimpin di abad 21 yang perlu untuk terus dikembangkan, dan lewat keterampilan berkomunikasi yang terus diasah atau dilatihkan, kita dapat memberdayakan potensi murid kita sehingga baik mereka ataupun diri kita sendiri dapat optimal dalam belajar dan berkarya. Ada empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung praktik coaching kita, yaitu:
- Komunikasi asertif
- Pendengar aktif
- Bertanya efektif
- Umpan balik positif
Coaching dalam konteks Pendidikan dan komunikasi yang memberdayakan sebagai salah satu keterampilan dasar coaching yang perlu dimiliki guru adalah dengan menerapkan model TIRTA (Tujuan-Identifikasi-Rencana Aksi-TAnggung jawab), yaitu satu model coaching yang dapat membantu peran coach dalam membuat alur percakapan menjadi lebih efektif dan bermakna. Model TIRTA ini dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.
- T-Tujuan, coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.
- I-Identifikasi, Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat diskusi.
- R-Rencana aksi, Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat oleh coachee.
- TA- TAnggungjawab, Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Sebagai guru, kita menuntun atau membantu murid (coachee)
menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin
menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.
Dengan menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru
dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach untuk melejitkan potensi murid. Keterampilan coaching yang dijalankan guru dengan efektif akan membantu
murid sadar akan potensi yang dimilikinya sehingga murid dapat menyusun rencana
dengan baik dan berkomitmen untuk menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Dengan
keterampilan coaching model TIRTA berdasarkan prinsip ARTI yang
diterapkan guru akan menjadikan murid dapat hidup sebagai individu dan bagian
masyarakat yang memiliki tanggung jawab, dan mampu menggali atau memaksimalkan potensi
(kekuatan kodrat) yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah dengan rencana yang
dibuatnya sendiri. Dengan kata lain coaching akan dapat menuntun murid dalam
mencapai kemerdekaan belajar.